Profesionalisme Rumah Tangga

Hai, sisbeb! Apa Kabarnya?

Sebelum menikah aku pernah berpikir dan bertanya-tanya, kok bisa ya ada pasangan suami istri yang gak akur, bahkan salah satunya atau keduanya bilang saling tidak mencintai lagi, atau bahkan ada yang bilang gak cinta dari awal pernikahan, itu tetap ko bisa punya anak? malah anaknya lebih dari satu, ko bisa-bisanya bilang gak cinta, dan terlihat tidak harmonis. Bukannya untuk usaha memiliki momongan, harus ada tumbuh rasa suka, cinta, dan sayang. 

Dan, semua pertanyaan itu ternyata terjawab setelah aku menikah. Mulai sadar bahwa, dalam pernikahan ada yang namanya "profesionalitas" aku gak tahu ya apa kata yang tepat, tapi rasanya ini mendekati. Ada banyak peran yang dijalani dalam rumah tangga, bisa jadi teman, istri, koki, suami, manajer, akuntan, sampai jadi musuh *heehee. 

Lucunya kalau lagi jadi musuh nih misalnya suami istri itu berantem adu cekcok diskusi, tapi kalau sudah "jam malam" berada di ruangan yang sama, di posisi yang berdekatan, ya apalagi coba ya. Gak cuman sekedar cinta, tapi aku lupa kalau ada naluri biologis yang membersamai. Jadi, sudah bisa terjawab kenapa yang terlihat tidak harmonis, saling mengaku tidak cinta, tapi bisa punya momongan, profesionalitas jam malam tidak bisa dihindarkan *hehe.

Semua peranan harus dijalani tanpa mencampur adukkan apa yang terjadi di luar rumah, semisal pekerjaan kantor atau urusan lainnya itu tidak dapat dicampur adukkan dengan urusan rumah tangga. CAPE? itu wajar. Tapi bukan jadi alasan tidak melakukan apa yang harus dilakukan untuk profesional dalam rumah tangga. ISTIRAHAT dulu, BIARKAN dulu lepas semua lelahnya lalu jalani apa yang harus dikerjakan mengenai persoalan Rumah Tangga.

Hadirnya anak diharapkan membuat pasangan suami istri menjadi saling cinta, karena lagi-lagi harus profesional di hadapan anak, tidak membawa permasalahan suami istri saat menghadapi "kereogan" anak. Dalam rumah tangga, ada banyak sekali bom-bom otomatis yang bisa meledak, dan merugikan. Cara menangani bomnya harus profesional. 

Bahkan, sekalipun terjadinya perpisahan dalam sebuah rumah tangga, tetap harus profesional. Selesai di hubungan rumah tangga, tapi tidak selesai untuk berhubungan baik antara sesama manusia, meskipun sulit. Apalagi berpisah dengan keadaan memiliki anak, tetap harus profesional lagi menjalani peran sebagai Ayah dan Ibu dalam keadaan bukan suami-istri. 

Ternyata ya, membangun rumah tangga itu ya gak ada bedanya dengan membangun perusahaan. Yang utama adalah profesional. Baik buruk, hijau abu, harus tertangani secara profesional. Lewat trial error, pasti ada proses tersakiti menyakiti, gak bisa dipungkiri, tapi tetap kalau sudah paham profesionalitas dalam rumah tangga, semua bisa teratasi. 

Anugerah adalah saat pasangan saling memilih bertahan, dilanjut dengan saling memperbaiki diri masing-masing. Dengan bertahan, pasangan saling memberikan waktu untuk berubah menjadi yang lebih baik.

Semoga yang baca tulisan ini, baik menikah atau sudah menikah, yang cintanya masih 100% , yang ngaku lagi 0%, semoga selalu dipermudah untuk dekat dengan jalan menuju kebahagiaan keluarga.

Ohya, aku mau minta maaf kalau tulisannya bukan tulisan yang baik. Aku lagi mau mulai belajar nulis lagi nih, mengkonversikan yang ada di dalam pikiran menjadi sebuah tulisan ternyata bukan hal yang mudah ya *Alasan hehe



Komentar